Kamis, 24 Desember 2009

BUTA,......MELEK,........BUTA LAGI.....











Memang seperti lingkaran setan ! Bagaimana suatu bangsa/negara bisa maju kalau sebagian besar rakyatnya hanya mempunyai pendidikan yang rendah, bahkan masih sangat banyak yang buta aksara?Tapi juga sebaliknya, bagaimana rakyatnya mau berpendidikan tinggi, kalau negaranya belum maju, belum makmur, belum bisa memberikan pendidikan yang murah kepada rakyatnya?

Namun bahwa suatu negara, mempunyai tanggungjawab untuk mensejahterakan rakyatnya, termasuk untuk mencerdaskan rakyatnya seperti yang diamanatkan UUD 45, tentulah patut dipertanyakan kepada negara, disini mestinya kepada para pemimpin nya, apa yang telah diperbuat untuk memajukan bidang pendidikan?.Alokasi APBN untuk bidang pendidikan sebesar 20 % baru sekarang dibawah kepemimpinan presiden SBY, tapi 10 atao 20 tahun yang lalu, bidang pendidikan benar-benar terpinggirkan. jumlah warga buta aksara sangat tinggi.

Di Kabupaten Bogor pada waktu itu, tahun 1987 sebesar 193.653 orang, suatu jumlah yang tidak sedikit. Maka pada tahun tersebut, pemerintahan Kabupaten Bogor, lewat program Diknas, mengadakan Program " Kejar Paket A"( Kelompok Belajar Paket A), suatu program terobosan, pendidikan informil, setara SD, dalam bentuk kelompok-kelompok ( Setiap kelompok 10 orang), dan dua atau tiga kelompok mempunyai satu Tutor (Guru).

Di desa saya, Desa Limo ( Sekarang menjadi Kelurahan Limo), waktu itu masuk ke Kabupaten Bogor, terbentuk 30 kelompok Kejar Paket A. Saya oleh Bp Kepala Desa, dan Bpk Mamak( seorang tokoh pendidikan di Desa Limo), diminta untuk menjadi "Ketua Paguyuban Tutor" nya.
Darah pendidik yang mengalir di tubuh saya, karena saya lulusan Institut Keguruan ( IKIP Solo, tahun 1975), menerima amanah tersebut dengan penuh pengabdian.

Kelompok-kelompok belajar tersebut, bukan hanya belajar baca tulis saja, tetapi juga diusahakan mendapat ketrampilan berdagang/ wirausaha. Oleh karenanya, setiap kelompok, mendapat modal usaha sejumlah uang untuk dikelola bersama. jadi kegiatan pemberantasan buta aksara dulu masih lumayan ada program wira usahanya.
Pada waktu itu, kegiatan pemberantasan Buta Aksara di kampung saya ini, mendjadi juara pertama se Kabupaten Bogor.

Yang sekarang ini malah hanya sekedar formalitas saja. Mereka ikut bukannya benar-benar ingin bisa membaca, tetapi hanya untuk mendapat ijazah, yang akan mereka pakai untuk kepentingan pekerjaan mereka saja. Misalnya yang jadi satpam, kalau kemudian ada ijazahnya dia lolos nggak jadi dikeluarkan. Padahal, tetap saja dia tidak kenal huruf, karena tidak pernah masuk kelas/belajar, tetapi hanya ikut ketika ujian diadakan saja. Anehnya para pserta, tidak ada yang tidak lulus...... aneh tapi nyata bukaaan????

Persoalannya lagi bahwa setelah waktu berjalan puluhan tahun lamanya......... Sekarang ini, dijaman teknologi semakin canggih, hp, komputer, laptop, flashdisk, dan sebagainya, yang nampaknya sudah tidak asing lagi ditelinga kita, ternyata masih ada program pemberantasan Buta Aksara lagi.

Ini berarti masih banyak warga kita yang belum melek huruf ! Sungguh memprihatinkan.
Dari dulu sampai sekarang, masih saja banyak sekali yang buta aksara.
Patut dipertanyakan kalau begitu, seberapa sih keberhasilan dari program pemberantasan buta aksara ini ??? Jangan-jangan sebenarnya program ini, tidak efektif, dan hanya membuang buang uang saja.

Jangan-jangan, orang-orang yang belajar Kejar Paket ini, memang kemudian melek huruf, namun cuma sebentar, habis itu buta lagi, karena kemampuan membacaya masih sangat terbatas sekali, dan kemudian jarang dipakai lagi.

Untuk apa mereka harus melek huruf? Agar bisa melamar pekerjaan? Lha wong yang lulusan SMA yang sudah melek huruf banget saja susah dapat kerjaan. Lihat TV ? Walaah, nggak usahlah baca Teks ! Orang yang dilihat itu, cuma sejenis sinetron, atau Infotainment, berita kriminal, gak perlu ada teks kan, yang penting telinganya bagus, bisa mendengar, itu sudah cukup. Agar bisa baca koran? Mana ada uang untuk langganan koran, untuk makan saja susah.
Ya, koran tetangga dong, pinjam ! Apa kita lupa, bahwa budaya kita itu belum budaya membaca
tapi lebih ke budaya mendengar (Buku-buku saja harganya juga mahal!).

Jadi bagaimana?

Menurut saya, ya kembali lagi apa yang saya kemukakan diatas tadi, bahwa kemampuan membaca dan menulis itu seiring dengan kemakmuran masyarakatnya! Semakin makmur rakyatnya, tidak perlu disuruh, mereka sudah akan belajar membaca sendiri, menyenangi buku, dan menjadi educated people dengan sendirinya.

Jadi tugas pemerintah, memakmurkan rakyatnya, membuka lapangan kerja se banyak-banyaknya, membuat sekolah itu menjadi murah, buku-buku agar bisa dijual murah, acara-acara TV agar bersifat mendidik, bukan malah membuat rakyat menjadi bodoh, dan masih banyak lagi yang bisa dikerjakan.

Mau tahu? Orang-orang yang dulu ikut program Kejar Paket jaman saya dulu, ternyata sebagian besar ya buta lagi...... he he he ........

Senin, 21 Desember 2009

SAMPAH-SAMPAH DI MANFAATKAN…. SAMPAH-SAMPAH AYO PISAHKAN….

Permasalahan Sampah di Depok ini, sepertinya tidak ada habis-habisnya.

Sebenarnya, masalah utamanya ada dua, yaitu :

Pertama, jumlah /volume sampah yang sangat tidak seimbang dengan ketersediaan sarana (truk-truk pengangkut) sampah. Hal ini sudah ber kali-kali diungkapkan oleh Kepala Dinas Kebersihan ,dan lingkungan Hidup .( Bahkan sudah sejak Kepala Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup yang sebelum ini, yaitu ketika dijabat oleh Bp Walim)

Bayangkan, volume sampah, di Depok ini setiap harinya bisa mencapai 3 ton ! Padahal karena kekurangan armada pengangkut ini, yang bisa diangkut ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di Cipayung cuma 1 ton, dan TPA Cipayung toh punya batas daya tampung juga .

Yang Kedua, belum adanya kesadaran masyarakat tentang persampahan.

Kedua hal inilah yang sekarang mestinya mendapat perhatian dari Pemkot Depok.

Memperbanyak Truk-truk pengangkut sampah, penting sekali artinya, agar jangan sampai terjadi penumpukan sampah, sehingga menimbulkan bau , dan akan memunculkan banyak protes dari warga.

Mensosialisasikan masalah persampahan ini kepada warga, adalah untuk mengurangi dan memanfaatkan sampah ini, sejak dari sumbernya, yaitu Rumah Tangga.

Saya pernah ke New Zealand,dan saat saya disana, saya mencermati bahwa sebelum bangunan/gedung-gedung pemusnah sampah didirikan, masyarakat sudah jauh hari dipersiapkan.

Para ibu Rumah Tangga tidak berani menyerahkan sampah rumah tangganya tanpa dipisahkan terlebih dahulu antara sampah yang organik dan yang non organik (Dua kantong yang berbeda warna ), karena bakalan tidak diangkut oleh para pengumpul sampah (Disana pakai mobil semua, kalau disini dilingkungan yang lebih kecil, misalnya RT, RW, memakai gerobag), atau bahkan bisa di kenai denda ! Para pengumpul sampahpun, akan menyetorkan sampahnya dalam bentuk terpilah, kalau tidak ya kena sangsi. Baru sesudah masyarakat paling tidak mengetahui proses yang harus dilakukan, bangunan-bangunan pengolah sampah itu yang harganya sangat mahal, didirikan , dan kemudian berjalan sangat efektif.

Di Depok ini justru kebalikannya ! Bangunan/ Gedung pengolah sampah banyak bermunculan dibangun denga n biaya yang sangat besar, dan memakai uang rakyat, tanpa memberikan waktu yang cukup untuk sosialisasi ke masyarakat. Akibatnya masih banyak masalah yang timbul, seperti masih menumpuknya sampah, UPS( Unit Pengolah Sampah) yang tidak berfungsi dan sebagainya . Artinya, hasilnya masih jauh dari harapan.

(Banyak sudah kritikan yang dimuat di Koran Monde , seperti dari Bp Riris Yanto, ketua DPRD Depok, 27 oktober 2009, juga Bp Ervan Teladan, ketua komisi B, 16 Desember 2009, dan anggota masyarakat lainnya).

Oleh sebab itu, mensosialisasikan masalah persampahan ini kepada warga, harus jadi prioritas utama, harus terprogram dengan baik, dan terintegrasi. Kalau perlu dibentuk Satgas-Satgas (Satuan Tugas), bisa disetiap Kecamatan, atau bahkan Kelurahan. Anggarkan biaya yang besar untuk ini. Kalau bisa anggaran untuk UPS sebagian dialihkan untuk program Sosialisasi ini. Atau bisa juga menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar, seperti Unilever, dll.

Perlu juga menggandeng LSM-LSM yang peduli sampah (LSM Lingkungan), untuk diajak bekerjasama mengatasi masalah sampah ini. Biasanya LSM mempunyai SDM (Sumber Daya Manusia) yang cukup handal, dan lebih bersifat pengabdian/non profit.









Ny.Ratna Marsoedi, pecinta lingkungan.

Warga Limo, Depok

Jumat, 18 Desember 2009

BER MACAM JENIS "INDO OBAT SERBU"

1. Indo obat Penurun Panas

2. Indo obat Sakit Kepala

3. Indo obat Tambah Darah

4. Indo obat Flu

5. Indo obat Batuk dan Flu

6. Indo obat Maag

7. Indo obat Batuk Berdahak

8.Indo obat Batuk Cair

9.Indo obat Penurun Panas Anak.

10.Indo obat Cacing untuk dewasa

11.Indo obat Cacing untuk anak

12.Indo obat Asma.

Masing-masing tiap saset harganya cuma "Seribu Rupiah" MURAAH BUKAN ??

Belilah Obat murah ini( Harus tersedia di toko-toko dan Apotik).
Sampaikan informasi tentang obat murah ini kepada teman-teman,dan saudara-saudara anda.

Bantulah untuk menyebarluaskan pemakaian obat murah ini.
Marilah kita dukung usaha pemerintah untuk mewujudkan "Obat murah berkwalitas" bagi masyarakat.

OBAT GENERIK.....??? SIAPA TAKUUUT ????

Di masyarakat kita, obat generik konotasinya/kesannya masih sebagai obat yang 2 M, dan TTM, yaitu : Obat yang harganya Murah, untuk orang Miskin, dan Tidak Terlalu Manjur.(Bukan Teman Tapi Mesra lho !) Mengapa ?

Karena, obat-obatan di Indonesia, sudah menjadi komoditas bisnis yang sangat potensial, sehingga perlu penambahan aksesoris (kemasan yang bagus, yang menarik dll), promosi besar-besaran di media cetak, maupun televisi, dengan artis-artis beken nya dan tidak ketinggalan peran dokter yang me" Resep" kannya.

Anehnya, masyarakat kita justru cenderung menyukai hal-hal atau barang-barang yang harganya mahal.
Yang mahal dianggapnya tentu bagus, kalau obat ya, yang mahal tentu manjur.

Obat murah "Indo Obat Serbu" yang dijual murah, cuma Seribuan !,yang diproduksi oleh Indo Farma, atas prakarsa Ibu Menteri Kesehatan (mantan), dianggap tidak manjur, karena murah/generik.
Padahal, obat-obat tersebut, isinya tidak berbeda dengan obat ber merk lainnya.

Sebenarnya, obat bermerk itu, obat generik juga, cuma diberi label/merk.

Untuk lebih jelasnya, sebagai contoh begini,
Pada saat suatu perusahaan Farmasi menemukan sebuah obat untuk mengobati penyakit tertentu, mereka langsung mendaftarkan paten untuk obat tersebut. Paten ini di Indonesia, biasanya berlaku dalam kurun waktu 20 tahun.

Selama masa paten itu, perusahaan farmasi tersebut, mendapatkan hak eksklusif untuk memproduksi obat tersebut, memasarkannya, dan memberinya merk dagang.
Adapun perusahaan farmasi yang lain, tidak boleh memproduksi dan memasarkan obat dengan kandungan yang sama, kecuali dengan menjalin kerjasama dengan perusahaan pemilik paten tersebut.

Sesudah masa paten habis, merk dagang obat yang telah dipasarkan selama masa paten (20 tahun) itu, tetap menjadi milik perusahaan tersebut(yang mempunyai hak paten dulu), hanya sekarang, perusahaan farmasi lain, boleh memproduksi dan memasarkan produk tersebut, tanpa harus menjalin kerjasama dengan perusahaan pemilik paten dulu.
Itulah yang kita kenal dengan obat generik !

Perusahaah-perusahaan yang lain tersebut, tidak boleh menggunakan merk dagang yang sama dengan merk dagang yang sudah digunakan oleh perusahaan yang pertama, bekas pemegang paten obat tersebut. Perusahan-perusahaan yang lain bisa menggunakan merk generik, atau membuat merk dagang sendiri. ( Dari majalah "Pharma" vol 1 Jun, 2007, Media Bisnis Farmasi Indonesia).

Jadi kesimpulannya, obat bermerk itu dengan obat generik, sama !

Tapi mengapa obat Indo Serbu ini bisa dijual murah sekali ?

Indo Obat Serbu, tidak memakai label/merk, kemudian kemasannya dibuat sederhana, tidak menggunakan banyak iklan, bahkan hampir bisa dikatakan tidak ada iklannya sama sekali. Dengan dihilangkannya biaya-biaya operasionalnya ini, maka obat Indo Serbu ini bisa dijual sangat murah.Seribu rupiah setiap sasetnya. Murah sekali bukan ????

Cuma persoalannya, banyak masyarakat kita yang tidak mengetahui adanya obat murah berkwalitas ini. Ini adalah efek dari kurangnya informasi atau iklan. Disamping itu, biarpun di beberapa toko, juga Apotik sudah tersedia obat ini (sudah merupakan keharusan untuk menyediakan obat ini), tapi berhubung obat ini harganya murah sekali, hingga margin/keuntungannya kecil sekali), dan jelas tanpa ada bonus dan sebagainya, pihak toko ataupun apotik tidak terlalu meng expose keberadaan obat ini, malah lebih suka menawarkan obat lain/ yang bermerk sebagai alternatif.

Oleh karena itu mari kita kampanyekan untuk memakai dan membeli obat murah berkwalitas ini, dan membantu menyebarluaskan informasi tentang obat "Indo Serbu" ini. Pos Lansia Dahlia Senja, telah menggunakan obat Indo seribu ini untuk para lansianya dan juga menyebarluaskan ke masyarakat sekitar
.
Adanya rencana pemerintah untuk membatasi harga jual obat bermerk dipasaran agar tidak terlalu jauh dari harga obat generik berlogo, tentulah kita sambut dengan baik. Seperti diketahui, di Indonesia, selisih harga itu bisa mencapai puluhan hingga ratusan kali, padahal diluarnegeri hanya sekitar 2, atau 3 kali saja (Alangkah malangnya Konsumen di Indonesia).

Yang terakhir yang terpenting adalah sebenarnya "Peran" dari para Dokter !!
Dibutuhkan dokter-dokter yang berhati "Mulia", yang bersedia me "Resep"kan Obat murah berkwalitas ini, guna kepentingan si Pasien.(Walau mungkin "Pahit" bagi kantong dokternya), sehingga impian untuk "SEHAT ITU MURAH" Benar-benar bisa kita wujudkan.

Murah dari segi preventif : Cukup dengan olah raga teratur dan makan makanan yang
sehat
Murah dari segi kuratif : Dengan mendapatkan obat-obatan yang harganya murah.

S E M O G A


Ny.Hj Ratna Marsoedi
Ketua Pos Lansia :"Dahlia Senja"Limo,Depok















OBAT MURAH,...... MAU ???

Obat di Indonesia mahal, karena obat-obatan sudah masuk dalam lingkaran bisnis/kapitalisme yang menggunakan segala cara agar memberikan keuntungan yang se besar-besarnya.

Melibatkan dokter, apotik, rumah sakit, serta dukungan promosi besar-besaran baik di media cetak, maupun televisi, lengkap dengan artis-artis tersohornya, yang membuat obat lebih cenderung sebagai komoditas yang komersiil, daripada sesuatu yang dibutuhkan untuk menyembuhkan orang sakit/penderita. Dalam kondisi negara yang tak kunjung keluar dari krisis, bahkan makin banyak bencana yang menerjang, membuat kehidupan sisial ekonomi rakyat makin terpuruk, alokasi anggaran rumahtangga hampir semua terserap untuk kebutuhan makan sehari-hari. Sehingga harga obat-obatan yang sederhana sekalipun, cukup memberatkan kantong !

Hal ini menjadi keprihatinan pemerintah, sehingga munculah obat murah "Indo Obat Serbu" atas prakarsa Ibu Menteri Kesehatan.
Indo obat serbu ( seribu rupiah), kwalitasnya tidak kalah dengan obat merk lain. Dengan memangkas biaya operasional, obat ini bisa dijual dengan harga murah ( seribu rupiah)

Namun sayang, dipasaran, Indo Obat Serbu ini, masih sulit didapat (kurang di expose), karena dari segi bisnis menjual obat ini memang tidak menarik (karena margin/keuntungan yang sangat tipis, malah sering merugi), sehingga jarang yang mau menjual obat ini, kecuali, orang-orang atau kelompok masyarakat yang peduli dan lebih sebagai pengabdian sosial. Disamping itu masyarakat sendiri, banyak yang belum tahu keberadaan dan kwalitas obat ini. (kurang promosi).

Obat murah ini harus terserap dalam jumlah banyak, di pasaran (memenuhi kelayakan), agar produsennya, PT INDO FARMA, tetap bisa dan mau melanjutkan produksinya.
Maka kebijakan Ibu Menteri ini, dan Indo Farma, perlu dukungan dari masyarakat, untuk memakai, dan membantu menyebarluaskan informasi tentang obat ini.
Ini tidak mudah, mengingat obat-obat an bermerk tentu saja tidak ingin posisinya digeser oleh obat "Indo Serbu" ini.

Sayang sekali kalau Obat "Indo Serbu" ini kalah bersaing dipasaran. Itu berarti, tetap saja masyarakat mendapat obat, dengan kwalitas yang sama namun harus membayar denga harga yang jauh lebih mahal.........

Sayang sekali bukan ........???

Ny. Ratna Marsoedi, Limo Depok.

(Dimuat di Koran Monde edisi Sabtu 22 Maret 2008)