Sabtu, 09 Juli 2011

Bukan Bang Thoyib

Memang bukan Bang Thoyib, tetapi Bang Sampah.
Kok namanya keren? Bang.....Bank Sampah?? Iyalah biar agak kelihatan “Modern”. Tapi memang Bank Sampah ini sebenarnya biasa disebut “Lapak”, Lapak Rongsokan… he he he …Dinamakan Bank Sampah untuk mengangkat citra sampah agar masyarakat tidak alergi terhadap sampah, tetapi mulai bisa bersahabat dengan sampah, memperlakukannya sehingga sampah tidak lagi menjadi ancaman bagi kehidupan manusia. Bank Sampah merupakan salah satu solusi dari permasalahan sampah khususnya di kota-kota , dimana semakin terbatasnya lahan untuk dijadikan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah, TPS atau UPS. Penduduk yang semakin padat, mengakibatkan keberadaan baik TPA maupun TPS (Tempat Pembuangan Sementara) juga UPS (Unit Pengolahan Sampah) lokasinya tidak bisa jauh dari pemukiman warga. Sampah yang berada disitupun masih bercampur baur antara sampah organik dan an organik sehingga menimbulkan bau yang sangat menusuk hidung dan berpengaruh buruk terhadap kesehatan manusia. Oleh karena itu wajar kalau protes dan demo banyak dilakukan warga untuk menentang keberadaan timbunan sampah ini.Tetapi kalau dipikir-pikir, bukankah warga sendiri sebenarnya produsen dari sampah tersebut?

Setiap hari setiap keluarga menyetorkan sampahnya ke TPS/TPA/UPS. Padahal ada berapa keluarga di kota Depok ini? Dan bertahun tahun proses ini terjadi. Maka TPA pun over loaded dan UPS kewalahan, tidak seimbang antara yang bisa diolah dengan membanjirnya sampah yang datang.

Oleh karenanya, disamping membenahi hilirnya (TPA/UPS), membenahi hulunya (rumah tangga) jauh lebih penting karena dengan diprosesnya sampah sejak di rumah tangga maka akan sangat mengurangi volume sampah yang disetorkan ke UPS/TPA.


Ibu-Ibu Pos Lansia dahlia senja praktek pengkomposan dan membagi keranjang Takakura, 18 Juni 2011
         
       
        Dasar ibu-ibuuu.... yg lain latihan, ini malah main ayunan

          
Pos Lansia Dahlia Senja mencoba berpartisipasi dalam hal ini. Kami mencoba mengajak ibu-ibu yang tergabung dalam pos Lansia ini untuk memilah sampah rumah tangganya.Yang organik dibuat pupuk dan yang anorganik disetorkan ke bank sampah untuk di daur ulang. Proses ini bisa dilakukan sendiri atau
diserahkan/menyuruh pembantu dengan dibimbing (toh pembantu juga senang kalau bisa mendapat manfaat dari sampahnya). Yang penting adalah bahwa “Setiap keluarga menyadari bahwa mereka harus bertanggung jawab terhadap hasil aktifitas mereka,yaitu sampah” Keharusan ini tertuang dalam :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 18 TAHUN 2008

TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

Pasal 12

(1) Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.

(2) ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.



Saya pernah ke New Zealand dan saat saya disana saya mempelajari bagaimana mereka menangani sampah.Ternyata sebelum gedung-gedung Pemusnah Sampah didirikan (kalau disini UPS) masyarakat sudah jauh hari dipersiapkan.

Para ibu rumah tangga tidak berani menyerahkan sampah rumah tangganya tanpa dipilah dulu antara yang organik dan yang an organik (Dengan dua kantong yang berbeda warna), karena bakalan tidak diangkut oleh petugas pengumpul/pengangkut sampah atau bahkan kena denda. Para pengangkut sampahpun harus menyetorkan dalam bentuk terpilah. Kalau tidak, ya kena sangsi ! Pengolahan-pengolahan sampah kecil diberdayakan. Baru sesudah masyarakat paling tidak mengetahui apa yang harus dilakukan, bangunan-bangunan Pemusnah Sampah(UPS) yang harganya sangat mahal didirikan, dan hasilnya ternyata efektif.



                                                   
       
                                                                                           
Tapi di Indonesia, khususnya di kota-kota besarnya seperti Jakarta juga Depok, sampah telah menjadi ancaman yang menakutkan. Ini terutama masyarakatnya yang masih memandang sampah adalah sesuatu yang kotor dan menjijikkan. Akhirnya menumpuk. Dipindahkan hanya dari satu tempat ketempat yang lain. Kalau saja tetap tidak ada kesadaran dari masyarakat, diprediksi kota kita akan tenggelam oleh sampah. Yang miskin yang kaya, nenek-nenek atau masih muda semua akan menjadi korban dari sampah. Ya banjir, ya longsor ya penyebaran penyakit. Oleh karenanya berpartisipasi menanggulangi sampah adalah tanggung jawab kita semua. Dan dimulai dari rumah tangga kita.



      





blog ratna habsari 09 juli 2011










 
 

2 komentar:

  1. salut nih buat bu Ratna dan kelompok Dahlia Senja...

    met sahur ya Bu.. salam buat saudara-saudara di sana.. heppy Ramadhan

    BalasHapus
  2. > Mas Lozz, terimakasih komentarnya. Maaf yaa..saya lama sekali nggak ne NET. Salam kembali dari ibu2 Dahlia Senja.Oh ya, selamat ya dengan "Warung Blogger"nya

    BalasHapus